Mereka tlah akrab dengan deru dan asap kendaraan, mereka tlah bermimpi indah diatas kardus bekas yang beratapkan dinginnya langit malam, mereka tertawa gembira saat bermain dibawah terik matahari yang menyengat, gertakan dan hardikan dari dalam mobil mewah telah menjadi santapan sehari – hari kala lagu yang mereka nyanyikan tak diperdulikan dan tidak mendapat belas kasihan.
Tembok – tembok tinggi telah menjadi saksi bisu indahnya hidup mereka, hangatnya sinar lampu jalan tlah menghangatkan mereka dikala dinginnya malam menyerang. Mereka tetap tertawa riang gembira ditengah hiruk pikuk kota metropolitan. Rumah ?? semua tempat adalah rumah mereka, bebas berbaring dimana saja dan siap untuk berpindah ketika diusir dan bereselimutkan embun.
Bukankah mereka dibiayai oleh Negara ?? siapa “Negara” itu ?? orang kaya yang punya banyak sumber daya alam, punya hutan yang luas, punya lautan yang luas, selalu memakai topeng burung garuda yang agung, ia berani dan suci. Si “Negara” saja banyak hutang, mana bisa membiayai mereka.
Siapa bilang mereka tidak makan ?? mereka makan kok, bahkan yang mereka makan itu tidak pernah kita nikmati. Hebat kan !!!
Mereka bukan orang – orang pemalas yang tidak mau bekerja, tapi inilah yang bisa mereka kerjakan selama ini. Mereka tidak pernah menyesal terlahir seperti ini. Berbeda dengan mereka yang lainnya, tidur diatas empuknya springbed, ketika kedinginan tinggal menarik selimut dan ketikan kepanasan tinggal menekan tombol on pada remote air conditioner. Saya tidak mengatakan ada yang bersenang senag diatas penderitaan orang lain, toh mereka tidak menderita, tingkat kenyamanan tiap individu itu relatif. Saya Cuma berpikir, kapan mereka bisa merasakan yang tidak pernah mereka rasakan. Saya hanya merasa terlalu egois ketika hanya memberi uang seribu kepada mereka yang menengadahkan tangan disekitar lampu merah.
Dan sebagai penutup dari catatan ini satu ide yang tidak masuk akal dan sedikit gak nyambung, ”bagaimana jika setiap anggota dpr atau pejabat tinggi lainnya mengasuh dua orang dari para gelandangan dan pengemis”. Semoga tidak pernah terpikirkan oleh siapapun. (dh240311#9:37pm)
Mereka tlah akrab dengan deru dan asap kendaraan, mereka tlah bermimpi indah diatas kardus bekas yang beratapkan dinginnya langit malam, mereka tertawa gembira saat bermain dibawah terik matahari yang menyengat, gertakan dan hardikan dari dalam mobil mewah telah menjadi santapan sehari – hari kala lagu yang mereka nyanyikan tak diperdulikan dan tidak mendapat belas kasihan.
Tembok – tembok tinggi telah menjadi saksi bisu indahnya hidup mereka, hangatnya sinar lampu jalan tlah menghangatkan mereka dikala dinginnya malam menyerang. Mereka tetap tertawa riang gembira ditengah hiruk pikuk kota metropolitan. Rumah ?? semua tempat adalah rumah mereka, bebas berbaring dimana saja dan siap untuk berpindah ketika diusir dan bereselimutkan embun.
Bukankah mereka dibiayai oleh Negara ?? siapa “Negara” itu ?? orang kaya yang punya banyak sumber daya alam, punya hutan yang luas, punya lautan yang luas, selalu memakai topeng burung garuda yang agung, ia berani dan suci. Si “Negara” saja banyak hutang, mana bisa membiayai mereka.
Siapa bilang mereka tidak makan ?? mereka makan kok, bahkan yang mereka makan itu tidak pernah kita nikmati. Hebat kan !!!
Mereka bukan orang – orang pemalas yang tidak mau bekerja, tapi inilah yang bisa mereka kerjakan selama ini. Mereka tidak pernah menyesal terlahir seperti ini. Berbeda dengan mereka yang lainnya, tidur diatas empuknya springbed, ketika kedinginan tinggal menarik selimut dan ketikan kepanasan tinggal menekan tombol on pada remote air conditioner. Saya tidak mengatakan ada yang bersenang senag diatas penderitaan orang lain, toh mereka tidak menderita, tingkat kenyamanan tiap individu itu relatif. Saya Cuma berpikir, kapan mereka bisa merasakan yang tidak pernah mereka rasakan. Saya hanya merasa terlalu egois ketika hanya memberi uang seribu kepada mereka yang menengadahkan tangan disekitar lampu merah.
Dan sebagai penutup dari catatan ini satu ide yang tidak masuk akal dan sedikit gak nyambung, ”bagaimana jika setiap anggota dpr atau pejabat tinggi lainnya mengasuh dua orang dari para gelandangan dan pengemis”. Semoga tidak pernah terpikirkan oleh siapapun. (dh240311#9:37pm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar