Sabtu, 22 Desember 2012

Hegemoni AS di Kawasan Pasifik Barat Daya





Teori Hegemonic Stability Studi Kawasan Asia-Pasifik

Pengaruh Amerika Serikat Dalam Mencapai Kepentingannya
di Kawasan Pasifik Barat Daya


PENDAHULUAN
Teori Hegemonic Stability memiliki asumsi dasar bahwa suatu negara besar akan mempegaruhi negara lain yang berkaitan dengan kepentingannya dan akan menjadi satu-satunya kekuatan di kawasan itu atau negara itu tanpa saingan untuk kestabilam global.  Kehadiran Amerika Serikat di kawasan Pasifik Barat Daya bermula pada Perang Dunia II ketika Inggris kesulitan menghadapi Jepang dengan jatuhnya Malaya dan benteng pertahanan Inggris di Singapura dan pemboman atas Darwin oleh tentara Jepang. Pada saat itu mulai muncul ketakutan di pihak Australia dalam menghadapi serangan Jepang, Amerika Serikat membantu Australia menghadapi serangan Jepang.
Bahkan pada bulan Mei 1942, armada gabungan Amerika Serikat dan Australia berhasil mengusir kekuatan Jepang dalam pertempuran Laut Karang. Dan pada bulan Juni berhasil mengalahkan Jepang dalam pertempuran di Midway.Kemenangan  Amerika Serikat dalam Perang Dunia II menunjukkan pentingnya peran Amerika Serikat sebagai pengawal pertahanan dan keamanan Australia dan Kawasan Asia Pasifik. Sehingga kiblat Australia dan Selandia Baru berubah dari Pax Britannica ke Pax Americana.

PENGARUH AMERIKA SERIKAT
Amerika Serikat telah menunjukkan pengaruhnya dan semakin dominan di samudra Pasifik serta menjadikan kawasan tersebut sebagai payung pertahanannya. Kehadiran AS sesuai dengan strategi globalnya yakni untuk menjaga kepentingannya dan kemudian membendung masuknya kekuatan negara lain yang tidak dikehendaki. Selain itu AS juga membangun pangkalan militer di Guam, menandatangani Compact of Free Association dengan tiga negara kepulauan Pasifik Baratdaya yang sebelumnya merupakan negara perwaliannya yakni Rep. Palau, Kep. Marshall, dan Federasi Mikronesia.
Secara global kehadiran AS di Pasifik Baratdaya dapat dibagi atas tiga yakni :
1.      Sebagai upaya membendung pengaruh Uni Soviet
2.      Keterkaitannya dalam Pakta Pertahanan ANZUS
3.      Tanggung jawab AS atas daerah Perwalian Kepulauan Pasifik
·         Upaya Untuk Membendung Pengaruh Uni Soviet
Kebijakan luar negeri AS di Pasifik Baratdaya ditujukan untuk menghadapi dan membendung perluasan pengaruh dan kehadiran Uni Soviet. Adapun sasarannya adalah agar tidak ada negara yang mampu mengungguli kekuatannya. Dengan demikian kepentingan AS di kawasan PBD dapat terjamin. Sejak 1970 kepulauan ini menjadi semakin strategis bagi AS setelah pearikan pasukan mereka dari Vietnam, tapi yang menjadi alasan utama adalah meningkatnya aktifitas Uni Soviet di kawasan tersebut seperti pembangunan armada laut yang kuat dan kemudian perjanjian dengan Kiribati dan Vanuatu yang menyediakan fasilitas bagi kapal-kapal Uni Soviet disana.
Bagi AS, keberhasilan Uni Soviet di kawasan tersebut membahayakan jalur pelayaran di Pasifik antara Australia, Selandia Baru dan AS. AS juga memandang bahwa Uni Soviet dapat dengan mudah memantau gerakan kapal perang Barat di Pasifik melalui kapal-kapal perikanannya. Sebagai strategi gobal AS memandang Pulau di Pasifik Baratdaya sebagai jembatan untuk menghubungkannya dengan pangkalan militernya di Guam maupun basis militer lainnya di Australia, Filipina, Jepang, dan Korea Selatan. Berdasarkan pembacaan ini AS berusaha mencegah agar Uni Soviet tidak menggunakan pelabuhan Pasifik sebagai persinggahan kapal perangnya. Dalam melancarkan strategi untuk mencapai kepentingannya, AS kemudian membentuk ANZUS.
·         Keterkaitan dalam Pakta Pertahanan ANZUS
Sehingga Australia dan Selandia Baru membentuk pakta pertahanan ANZUS (Australia, New Zealand and United States). Pembentukan ANZUS ini bisa pula dikatakan sebagai strategy of denial toward United KingdomPakta ANZUS (Australia, New Zealand and United States) dibentuk dan ditandatangani pada September 1951 di San Fransisco oleh masing-masing perwakilan dari negara Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat. Pakta ANZUS ini merupakan salah satu bentuk kerjasama keamanan “aliansi pertahanan” yang dirumuskan oleh ketiga negara tersebut. Di mana prinsip-prinsip dasar dalam Pakta ANZUS yang disepakati oleh ketiga negara anggota adalah:
1.      Saling membantu dalam mencegah para agresor yang mungkin muncul di kawasan Australia, Selandia baru dan Amerika Serikat;
  1. Mengkoordinasikan pertahanan bersama di kawasan Pasifik;
  2. Membendung pengaruh komunisme yang dianggap sebagai agresor di kawasan Asia Pasifik terutama dari China dan Uni Soviet;
  3. Meningkatkan kerjasama militer untuk mencegah terjadinya agresi negara lain ke kawasan Pasifik;
  4. Keterikatan dalam menghadapi segala serangan bersenjata bersama karena ancaman terhadap salah satu anggota juga merupakan ancaman bagi anggota lainnya. (Poin ini merupakan poin inti dan terpenting, di mana melalui pernyataan tersebut baik Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat berkomitmen untuk membentuk sebuah aliansi pertahanan (collective defense).
Dengan demikian secara moral dan politik AS lebih mudah untuk mencegah masuknya pengaruh Uni Soviet ke negara-negara Pasifik Baratdaya. Adapun andalan AS dalam bekerjasama dengan Australia dan Selandia Baru adalah fasilita militer AS di Australia yang memiliki arti sangat strategis serta pegaruh Selandia Baru terhadap negara kepulauan seperti Tonga dan Fiji. Sementara Selandia Baru dijadikan sebagai tempat untuk beberapa pangkalan militer AS.
Namun dalam perkembangannya hubungan AS dan Selandia Baru mengalami perbedaan pandangan dalam hal senjata nuklir yang mengakibatkan dikucilkannya Selandia Baru dari ANZUS. Hal ini kemudian diantisipasi oleh AS dengan menjanjikan bantuan ekonomi kepada Fiji dengan tujuan membangun pangkalan militer di Fiji.
·         Tanggung jawab AS atas daerah perwalian kepulauan Pasifik
Sesuai dengan kepeutusan Dewan Keamanan PBB tanggal 2 April 1947, Kep. Marshall, Kep. Mariana Utara, Kep. Palau dan Kep. Mikronesia yang sebelumnya berada dibawah mandate perwalian Jepang, kini menjadi dibawah perwalian AS. Pada Mei 1984 Ronald Reagan kemudian menyatakan akan meningkatkan kehadiran militernya pada kawasan perwaliannya tersebut.
Meskipun negara-negara tersebut telah merdeka melalui Compact of Free Association namun mereka masih mempunyai hubungan khusus dengan AS baik dibidang perthanan maupun dibidang hubungan luar negeri.

KESIMPULAN
Dalam mencapai kepentingannya di kawasan Pasifik Baratdaya, Amerika Serikat menggunakan pengaruhnya melalui aspek sejarah pada Perang Dunia II, bantuan ekonomi, Collective Security (ANZUS), serta pengaruhnya dalam PBB untuk menjadikan beberapa negara Pasifik Baratdaya sebagai negara perwaliannya yang kemudian dijadikan sebagai basis militer untuk menghambat laju Uni Soviet di kawasan Pasifik Baratdaya.

Analisis Penyelesaian Konflik Aceh






Penyelesaian Konflik Secara Damai
Studi Kasus Rekonsiliasi dan Resolusi di Aceh

PENDAHULUAN
Provinsi di Ujung Pulau sumatera yang akrab kita sebut sebagai Serambi Mekah, sudah sejak lama menjadi seperti rumah bagi peluru dan salak senjata. semenjak beratus ratus tahun lamanya yakni semenjak abad ke 17 kekerasan kerap melanda negeri serambi mekah tersebut. saking terbiasanya dengan peperangan, maka rakyat Aceh sering menganggap perang hanyalah mainan belaka, tapi matinya sungguhan. Sejarah Aceh terdiri dari lembaran perang, dari satu kancah pertempuran ke pertempuran lainnya. Dari melawan Portugis, belanda, sampai dengan melawan saudara sebangsanya sendiri. Di mana mana kalau ada pemberontakan yang menyebabkannya tak lain dan tak bukan adalah rasa ketidak-adilan. Rasa kecewa terhadap apa yang berlaku. Dan kekecewaaan yang berkepanjangan pula inilah yang sering hingap di rakyat Aceh, mulai dari kecewa terhadap penjajahan Belanda, dan kecewa terhadap pemerintahan Indonesia itu sendiri.

ANALISIS KONFLIK ACEH
Karena kecewa terhadap pemerintah inilah yang membuat Tengku Daud Beureuh bersama sebagaian rakyat Aceh, memutuskan mengangkat senjata untuk melawan pemerintah Indonesia pada 21 september 1953. Berbeda dengan pemberontakan daerah lain di Indonesia, yang mana cepat dapat dipadamkan, perlawanan rakyat Aceh ini bisa dibilang yang paling lama dan paling bandel. Meski pada akhirnya daud Beureuh dapat dibujuk untuk turun gunung, setelah segala tuntutannya dipenuhi, namun kekecewaan kembali hinggap di rakyat Aceh. mereka merasa sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam hanya menjadi sapi perah pusat saja. hasil bumi yang melimpah diperkirakan hanya 1 persennya saja yang sampai ke tangan rakyat Aceh.
Hal inilah yang membuat Hasan Tiro dan kawan kawan kembali mengangkat senjata melalui panji-panji Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang didirikan pada tanggal 4 Desember 1974. Hal ini membuat Aceh kembali berlumuran dengan darah. paling sedikit 50 orang tewas setiap harinya selama 30 tahun.
Berbagai literatur mengenai resolusi konflik menunjukkan bahwa persoalan konflik tidak hanya mengenai bagaimana mengakhiri konflik bersenjata (perang), namun juga mengenai hal bagaimana membangun perdamaian pasca penyelesaian perang. cakupan resolusi konflik adalah lebih luas ketimbang upaya pengakhiran konflik, dan dengan cara pandang demikian, kesepakatan damai antara Pemerintah RI dan GAM adalah sebatas sebuah pengakhiran konflik bersenjata antara kedua belah pihak namun belum tentu pengakhiran konflik antara pihak-pihak yang bertikai di Aceh. Telah terjadi pergeseran konflik di Aceh, dari konflik yang bersifat vertikal antara “Aceh” dengan “Jakarta”, ke konflik horizontal antar masyarakat Aceh sendiri (Aceh GAM dengan Aceh RI). Pergeseran ini menunjukkan bahwa MoU Helsinki masih menyisakan permasalahan integrasi sosial yang potensial untuk menjadi bahan bakar konflik berikutnya dan mengancam integrasi nasional. Pergeseran konflik juga bisa dilihat dari cara pandang masing-masing pihak yang bertikai. Dari sisi GAM, perjuangan GAM belumlah dianggap selesai dengan konsensi-konsensi dalam MoU Helsinki. Kesejahteraan rakyat Aceh (GAM menyebutnya “bangsa Aceh”) dan hak-hak politik masih perlu diperjuangkan. Sedangkan dari pihak Jakarta dan masyarakat Aceh RI melihat perjuangan GAM ini sebagai pemberontakan dan pemberontakan ini telah mengalami transformasi, dari pemberontakan bersenjata ke pemberontakan simbolik.

PENYELESAIAN KONFLIK
Penyelesaian konflik yang komprehensif masih perlu waktu karena hambatan-hambatan sebagai berikut : sentimen etnis dan kedalaman konflik (dikotomi Aceh dan Jawa), perbedaan kepentingan dan harapan warga Aceh terhadap perdamaian dan perubahan struktur aktor konflik serta potensi konflik laten (situasi anomi). Hambatan-hambatan ini menujukkan bahwa penyelesaian konflik membutuhkan peran serta warga Aceh secara luas termasuk unsur-unsur diluar GAM karena aktor-aktor konflik juga telah berubah, bukan antar “siapa” namun bisa meluas menjadi antar “situasi”. Langkah-langkah yang disarankan untuk menuju penyelesaian konflik yang komprehensif menuju perdamaian positif adalah fokus ke rekonsiliasi (fluiditas) dan transformasi konflik, dalam hal ini adalah transformasi konteks, transformasi struktural, transformasi aktor, transformasi persoalan, transformasi kelompok dan personal.
Resolusi konflik secara sosiologis adalah bagaimana mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial. Perubahan kemasyarakatan dan pembangunan sosial-ekonomi serta politik merupakan katalisator dan lingkungan pemampu (enabling environment) untuk rekonsiliasi dan transformasi konflik. Oleh karena itu, peneliti menyarankan perlunya integrasi antara pembangunan perdamaian (kesejahteraan) di Aceh melalui upaya rekonsiliasi dan transformasi konflik (peace and development). Langkah-langkah integrasi itu antara lain transformasi ekonomi, pendidikan, sosial budaya, akses politik dan kepastian hukum.

Analisis Konflik Bosnia Herzegovina






Penyelesaian Konflik dengan Cara Perang dan Perundingan
Studi Kasus Konflik Bosnia Herzegovina

PENDAHULUAN
Konflik etnis adalah konflik yang terjadi hampir di seluruh negara di dunia, bahkan di negara dengan tingkat keragaman etnis terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat. Pada beberapa kasus, konflik etnis yang terjadi sangatlah ekstrim, bahkan berujung pada tindakan genosida, yaitu pemusnahan suatu kelompok etnis oleh kelompok etnis lain, seperti apa yang terjadi di Jerman selama Perang Dunia II, di Rwanda pada tahun 1994, kasus di Yugoslavia, dan lain sebagainya.
Wilayah Bosnia yang terletak di jantung Federasi Yugoslavia telah menjadi rebutan sejak masa kerajaan Austro – Hongaria melawan pengaruh kerajaan Turki Ottoman, karena letaknya yang strategis, dan merupakan mesin utama perindustrian di Yugoslavia, dan mempunyai sumber daya alam dengan potensi ekonomi yang besar. Pemerintahan diatur secara bergilir oleh tiga etnis dominant di Bosnia (Muslim, Serbia dan Kroat), ikut menambah kerawanan negeri ini, karena pengaruh pada salah satu etnis dari negara tetangga ataupun dari luar, dapat segera membakar kearah pertikaian.

ANALISIS KONFLIK BOSNIA
Konflik etnis yang terjadi di Bosnia adalah gabungan dari faktor politik dan agama. Bosnia resmi menjadi sebuah negara merdeka pada 15 Oktober 1991, melalui referendum yang diikuti oleh etnis Bosnia yang mayoritas Muslim, dan Kroasia. PBB menyetujui keputusan ini, begitu juga dengan 120 negara lainnya. Keputusan ini ditentang oleh penduduk Serbia. Ini adalah awal terjadinya konflik etnis yang berujung pada konflik bersenjata internasional.
Serbia yang tidak setuju dengan hasil referendum kemudian membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo, dan kota – kota lainnya. Data menyebutkan bahwa korban dari agresi ini berjumlah sekitar 200.000 orang, dimana hampir semuanya beragama Islam. Disinyalir bahwa agresi ini bertujuan untuk menghapuskan etnis Muslim di Bosnia, dan mencegah terbentuknya negara Bosnia sebagai satu – satunya negara Islam di daratan Eropa. Serangan Serbia ke Bosnia ini juga disinyalir didukunng oleh negara – negara Barat yang terlibat Perang Salib.
Perang antara etnis Serbia dengan etnis Kroasia terjadi pada awal tahun 1992 akibat tidak menentunya situasi di wilayah Bosnia Herzegovina. Aksi-aksi dari pihak Kroasia terhadap pihak Serbia Bosnia Herzegovina atau sebaliknya telah mengawali perang antara etnis Serbia Bosnia dan Kroat Bosnia. Pecahnya konflik bersenjata antara pihak Serbia Bosnia dan Kroat Bosnia dimulai dari serangan pihak Kroat Bosnia, di bawah pimpinan dari golongan ekstrim kanan Kroasia, terhadap penduduk Serbia Bosnia di desa Sijekovac dekat kota Bosanski Brod (bagian utara Bosnia Herzegovina) yang menewaskan 29 orang penduduk sipil Serbia Bosnia Herzegovina, 7 orang wanita Serbia Bosnia menderita perkosaan dan 3 di antaranya dibunuh.
Konflik ini kemudian ditunggangi berbagai macam kepentingan, milter maupun politik. Dalam politik telah terbentuk koalisi antara Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia sejak proses pemisahan diri Republik Bosnia Herzegovina dari Yugoslavia. Keadaan tersebut juga diikuti di bidang militer dimana terjadi aliansi antara kekuatan militer Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia untuk mengimbangi kekuatan Serbia Bosnia.
Penyelesaian krisis di wilayah Bosnia Herzegovina melalui perundingan yang tidak berhasil menghentikan krisis Bosnia Herzegovina, dan telah mendorong konflik bersenjata di lapangan antara pihak Serbia Bosnia dengan Muslim – Kroat Bosnia semakin meluas demi kepentingan – kepentingan tertentu. Dalam perang saudara, perang antar etnis dan agama yang terjadi di Bosnia Herzegovina banyak diwarnai oleh pertempuran – pertempuran antara pasukan Serbia Bosnia dengan pasukan Muslim – Kroat. Front pertempuran timbul di seluruh wilayah Bosnia Herzegovina.
Perkembangan situasi politik di Bosnia Herzegovina turut memengaruhi perkembangan situasi militer. Kegagalan – kegagalan usaha – usaha perdamaian yang disponsori oleh masyarakat internasional telah mendorong meningkatnya pertempuran-pertempuran di antara pihak – pihak yang bertikai di Bosnia Herzegovina. Persetujuan – persetujuan gencatan senjata tidak mampu menghentikan perang yang berkobar di antara pihak – pihak yang bertikai terutama antara pasukan Muslim Bosnia bersama – sama dengan Kroat Bosnia melawan pasukan Serbia Bosnia.

PENYELESAIAN KONFLIK
Berlarutnya masalah yang terjadi di Bosnia ini membuat PBB dan beberapa organisasi internasional lainnya turun tangan. Usaha – usaha yang dilakukan antara lain:
1.      PBB menghimbau agar Serbia menarik pasukannya dari Bosnia
2.      NATO mengirimkan pasukannya, dan memaksa Serbia meninggalkan Bosnia, dan memaksa Serbia melakukan perundingan di Beogard, yang diawasi oleh PBB
3.      Indonesia mengirimkan pasukan Garuda, bantuan makanan dan obat – obatan.
4.      Perundingan Dayton 1 November 1995 dibawah pengawasan NATO, Amerika, dan PBB, antara Serbia, Bosnia, dan Kroasia. Perjanjian ini disetujui di Pangkalan Udara Wright-Patterson di Dayton, Ohio. Hasil perundingan Dayton adalah:
§   Bosnia Herzegovina tetap sebagai tunggal secara internasional
§   Ibukota Sarajevo tetap bersatu di bawah federasi muslim Bosnia
§   Penjahat perang seperti yang telah ditetapkan mahkamah internasional tidak boleh memegang jabatan.
§   Pengungsi berhak kembali ke tempatnya
§   Pelaksanaan pemilu menunggu perjanjian Paris